Rahasia Rezeki Berkah: Pelajaran Abadi dari Imam Malik dan Imam Syafi’i

Konsep rezeki sering kali disederhanakan sebagai materi atau kekayaan yang berlimpah. Padahal, rezeki dalam pandangan Islam adalah spektrum yang sangat luas, mencakup ketenangan hati, kesehatan, ilmu yang bermanfaat, hingga kesempatan beramal. Pemahaman mendalam tentang konsep ini tidak lepas dari kisah abadi dua raksasa mazhab, Imam Malik dan muridnya, Imam Syafi’i, yang sudut pandangnya justru menyempurnakan makna tawakal dan ikhtiar.
Kisah Harmoni Tawakal dan Ikhtiar Sempurna
Dikisahkan, Imam Malik berpendapat bahwa rezeki datang karena tawakal yang sempurna kepada Allah, tanpa harus dengan usaha yang berlebihan untuk mencarinya. Beliau bersandar pada firman Allah SWT:
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya.” (QS. Hud: 6)
Selain itu, beliau menguatkan dengan hadis Nabi ﷺ:
“Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki. Ia pergi pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Sementara itu, Imam Syafi’i memiliki pandangan yang berbeda. Beliau menekankan agar mengejar dan mengupayakan rezeki melalui pergerakan dan usaha (ikhtiar). Ia berpendapat, “Seandainya seekor burung tidak keluar dari sangkarnya, bagaimana mungkin ia akan mendapatkan rezeki?” Pandangan Imam Syafi’i ini menekankan sisi tindakan dari hadis burung tersebut.
Puncak kisah terjadi ketika Imam Syafi’i memutuskan keluar. Ia melihat sekelompok orang sedang memanen anggur. Lantas, beliau membantu mereka dan sebagai imbalannya, beliau mendapatkan beberapa ikat anggur yang besar. Merasa pendapatnya terbukti, Imam Syafi’i dengan gembira membawa anggur itu kepada Imam Malik.
Sambil meletakkan anggur tersebut, Imam Syafi’i menekankan bahwa anggur itu datang karena ia berusaha membantu memanen. Mendengar itu, Imam Malik hanya tersenyum lembut. Beliau mengambil anggur dan berkata, “Wahai Syafi’i, hari ini aku hanya mengajar dan terpikir di benakku alangkah nikmatnya jika aku bisa menikmati anggur segar. Tiba-tiba, engkau datang membawakanku rezeki ini tanpa aku harus keluar pondok. Bukankah ini juga bagian dari rezeki yang datang tanpa sebab yang kupaksakan? Cukup dengan tawakal yang benar, Allah menggerakkan perantara.”
Oleh karena itu, keduanya kemudian tertawa, menyadari bahwa rezeki itu memiliki dua pintu. Satu pintu dibuka dengan ikhtiar keras, dan pintu lainnya dibuka oleh tawakal yang murni.
***
yuk simak juga penjelasan tentang ilmu yang berkah https://youtu.be/iS6WZ7yIJ-o?si=ePz3kjZ9un89lnvc
Keberkahan Kyai Pesantren: Rezeki Non-Materi sebagai Kunci
Harmoni tawakal dan ikhtiar inilah yang secara konsisten terlihat dalam kehidupan para kyai dan ulama. Meskipun hidup mereka tampak sederhana dan jauh dari kemewahan, Allah SWT mencukupkan rezeki mereka. Ini karena rezeki yang mereka kumpulkan utamanya adalah rezeki non-materi, yaitu:
1. Ilmu yang Bermanfaat (Ilmu Naafi’)
Ini adalah aset non-bergerak yang paling mahal. Ilmu yang mereka miliki menarik murid-murid terbaik dari berbagai daerah. Konsekuensinya, keberkahan dari ilmu ini secara tidak langsung mendatangkan rezeki materi untuk keberlangsungan pesantren.
2. Cinta dan Kepercayaan Umat (Al-Mahabbah)
Umat mencintai Kyai yang tawadhu dan istiqamah. Karena kecintaan ini, ketika Kyai membutuhkan dana untuk pembangunan masjid atau menyekolahkan anaknya ke luar negeri, masyarakat akan berbondong-bondong menyumbang dengan keikhlasan tinggi.
3. Ketenangan Hati dan Jiwa (Sakinah)
Rezeki ini membuat Kyai tidak pernah tampak panik atau gelisah menghadapi masalah. Ketenangan batin ini memungkinkannya membuat keputusan yang bijak, sehingga energinya bisa fokus pada ibadah dan mendidik umat.
4. Doa dan Keberkahan dari Santri
Allah membalas setiap amal kebaikan Kyai dengan pahala dan doa dari ribuan santri. Doa kolektif ini merupakan energi spiritual yang kuat, memohon perlindungan dan kemudahan rezeki.
Sebagai hasilnya, rezeki materi seperti biaya pendidikan tinggi bagi anak atau kemudahan mendapatkan aset seringkali diyakini sebagai ijabah dari rezeki batin yang melimpah ini. Mereka percaya penuh pada janji rezeki Allah (QS. Ath-Thalaq: 3): “Dan barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya…” Jelaslah, rezeki yang didapat dari jalan takwa akan selalu mencukupi, jauh melampaui segala hitungan duniawi.
***
baca juga https://rijalulquran.or.id/2025/10/22/pesantren-tertua-di-indonesia/
Lorem Ipsum